Di era tradisional, sebelum hadirnya mesin penggiling modern, masyarakat agraris Indonesia sudah memiliki cara khas dalam mengolah padi. Dua alat utama yang lekat dengan kehidupan sehari-hari adalah lesung dan lumpang. Uniknya, di kawasan lereng Gunung Merapi Sleman, Yogyakarta, kedua alat ini dibuat dari batu lava yang sangat keras dan tahan lama.



Lesung Batu Lava
Lesung berbentuk memanjang menyerupai palung atau kotak persegi panjang. Terbuat dari batu lava yang dipahat manual, lesung ini digunakan untuk menumbuk gabah agar kulit arinya rontok menjadi butiran beras.
Biasanya lesung dipakai bersama alu panjang dari kayu, dan bahkan bisa digunakan oleh 2–4 orang sekaligus. Aktivitas menumbuk padi di lesung bukan hanya pekerjaan rumah tangga, tetapi juga menjadi kegiatan sosial yang memperkuat kebersamaan masyarakat desa. Suara alu yang bertalu-talu di atas lesung kerap menjadi “musik tradisional” khas pedesaan.
Lumpang Batu Lava
Berbeda dengan lesung, lumpang berbentuk bulat cekung menyerupai mangkuk besar. Fungsi utamanya adalah untuk menumbuk beras menjadi tepung beras, yang kemudian dipakai sebagai bahan dasar makanan tradisional seperti jajan pasar atau kue basah.
Selain itu, lumpang batu juga sering digunakan untuk menghaluskan kacang atau biji-bijian dalam pembuatan bumbu pecel, sambal kacang, atau olahan kuliner tradisional lainnya. Karena terbuat dari batu lava Merapi, lumpang ini kokoh, tahan lama, dan bisa digunakan lintas generasi.
Nilai Sejarah dan Budaya
Lesung dan lumpang batu lava dari lereng Merapi bukan sekadar alat dapur tradisional, tetapi juga peninggalan budaya dan simbol kearifan lokal masyarakat agraris Jawa. Di masa lalu, keberadaannya sangat vital dalam kehidupan sehari-hari. Kini, meski sebagian besar sudah tergantikan mesin, lesung dan lumpang kuno tetap dihargai sebagai warisan budaya, bahkan sering dijadikan koleksi, hiasan taman, atau dekorasi etnik.