Di balik indahnya pahatan batu Merapi, ada sebuah tradisi yang jarang diketahui orang luar: mipeh. Dalam bahasa Jawa, mipeh berarti kegiatan menajamkan kembali alat pahat agar siap dipakai lagi. Tanpa kegiatan ini, tatah, cuplik, dan alat pahat lainnya akan tumpul dan tidak bisa digunakan untuk mengolah batu keras Gunung Merapi.





Meski zaman sudah modern, para pemahat batu di daerah Muntilan, Sedayu, dan sekitarnya masih menjaga tradisi ini dengan peralatan sederhana, hampir sama seperti ratusan tahun lalu.
Peralatan Sederhana Penempaan
Proses mipeh dilakukan dengan perlengkapan tradisional yang sederhana namun efektif:
- Tungku tanah liat sebagai tempat membakar alat pahat.
- Arang kayu sebagai bahan bakar utama.
- Kipas angin manual atau elektrik untuk menambah hembusan udara agar api lebih panas.
- Alat penempa berupa palu besi.
- Besi rel kereta bekas dipakai sebagai landasan menempa.
- Air untuk mendinginkan alat pahat setelah ditempa.
Kombinasi sederhana ini sudah cukup untuk mengembalikan ketajaman alat pahat agar siap bekerja kembali.
Proses Mipeh: Dari Membakar hingga Menajamkan
- Pemanasan Alat Pahat
Ujung alat pahat (tatah, cuplik, atau sejenisnya) dibakar dalam tungku hingga memerah. Api arang yang diberi hembusan kipas membuat besi cukup panas untuk dibentuk ulang. - Penempaan
Setelah cukup panas, alat pahat ditempa di atas besi rel kereta bekas. Bagian ujung yang digunakan untuk memahat dibuat lebih “tua” atau keras, sedangkan bagian yang sering dipukul palu justru dibuat lebih “muda” agar tidak mudah pecah. - Pendinginan (Penyepuhan)
Setelah bentuk dan ketajaman sesuai, alat pahat dicelupkan ke dalam air. Proses pendinginan ini menentukan kekuatan besi—tidak boleh terlalu muda (mudah bengkok), tapi juga tidak boleh terlalu tua (mudah patah).
Seni dan Keterampilan dalam Mipeh
Sekilas, mipeh terlihat sederhana. Namun sejatinya, proses ini memerlukan keahlian dan pengalaman bertahun-tahun. Pengrajin harus peka terhadap “ketuaan” besi, tahu kapan waktu tepat untuk ditempa, serta bisa mengukur panas api hanya dari warna pijar logam.
Kesalahan kecil saja bisa membuat alat pahat rapuh, sehingga tidak mampu bertahan saat berhadapan dengan kerasnya batu Merapi.
Tradisi yang Menjaga Keaslian Kerajinan Batu
Dengan mipeh, para pengrajin menjaga keberlangsungan alat pahat tradisional yang menjadi tulang punggung kerajinan batu. Tradisi ini bukan hanya tentang menajamkan besi, tetapi juga tentang warisan pengetahuan turun-temurun yang masih hidup hingga kini.
Di balik setiap cobek, lampion, atau pahatan batu Merapi yang Anda lihat, ada kisah mipeh—suara palu menempa besi di atas rel, panas api arang, dan tangan-tangan terampil yang tak pernah lelah menjaga ketajaman tradisi.